Metode Pembelajaran Untuk Slowlearner
Slow-learner merupakan salah satu dari kesulitan belajar siswa dan salah satu dari anak berkebutuhan khusus (ABK).
Kesulitan belajar siswa :Learning disorder atau kekacauan belajar
Learning disfunction,
Under-achiever
Learning disabilities
Slow-learner
Anak berkebutuhan khusus (ABK) :
Anak dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
Anak dengan Gangguan Pendengaran (Tunarungu)
Anak dengan Gangguan Intelektual (Tunagrahita)
Anak dengan Gangguan Gerak Anggota Tubuh (Tunadaksa)
Anak dengan gangguan Prilaku dan Emosi (Tunalaras)
Anak Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (gifted dan talented)
Anak Lamban Belajar ( Slow Learner)
Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
Anak Autis
Slowlearner dalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif sama . Potensi intelektual sedikit di bawah anak normal, memiliki IQ sekitar 80-85 ada juga yang mengatakan antara 80 dan 90. Slow-learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang karena mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan kemampuan untuk beradaptasi, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tuna grahita, lebih lambat dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun nonakademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Slow-learner sulit untuk diidentifikasi karena mereka tidak berbeda dalam penampilan luar dan dapat berfungsi secara normal pada sebagian besar situasi. Mereka memiliki fisik yang normal, memiliki memori yang memadai, dan memiliki akal sehat. Hal-hal normal inilah yang sering membingungkan para orangtua, mengapa anak mereka menjadi slow-learner. Yang perlu diluruskan adalah walaupun slow-learner memiliki kualitas-kualitas tersebut, mereka tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas sekolah sesuai dengan yang diperlukan karena keterbatasan IQ mereka.
- Menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya,
- Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,
- Berfungsinya kemampuan kognisi, hanya saja di bawah level normal.
- Cenderung tidak matang dalam hubungan interpersonal.
- Memiliki kesulitan dalam mengikuti petunjuk-petunjuk yang memiliki banyak langkah.
- Hanya memperhatikan saat ini dan tidak memiliki tujuan-tujuan jangka panjang.
- Hanya memiliki sedikit strategi internal, seperti kemampuan organisasional, kesulitan dalam belajar dan menggeneralisasikan informasi.
- Nilai-nilai yang biasanya buruk dalam tes prestasi belajar.
- Dapat bekerja dengan baik dalam hand-on materials, yaitu materi-materi yang telah dipersingkat dan diberikan pada anak, seperti kegiatan di laboratorium dan kegiatan manipulatif.
- Memiliki self-image yang buruk.
- Menguasai keterampilan dengan lambat, beberapa kemampuan bahkan sama sekali tidak dapat dikuasai.
- Memiliki daya ingat yang memadai, tetapi mereka lambat mengingat.
Peran Sekolah
Atas kenyataan itu, semestinya sekolah harus berperan turut membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa sesuai dengan 3 fungsi utama, yaitu
- fungsi pengajaran, yakni membantu siswa dalam memperoleh kecakapan bidang pengetahuan dan keterampilan,
- fungsi administrasi, dan
- fungsi pelayanan siswa, yaitu memberikan bantuan khusus kepada siswa untuk memperoleh pemahaman diri, pengarahan diri dan integrasi sosial yang lebih baik, sehingga dapat menyesuaikan diri baik dengan dirinya maupun dengan lingkungannya.
Peran Guru
Guru yang berdiri di depan kelas, bertanggung jawab terutama pada fungsi pelayanan siswa. Guru dapat membawa setiap siswa ke arah perkembangan individu seoptimal mungkin dalam hubungannya dengan kehidupan sosial serta tanggung jawab moral. Dalam proses belajar dan mengajar, kondisi slow-learner menjadi hambatan bagi anak untuk berprestasi di bidang akademik, tetapi tugas guru dan sekolah adalah membuat anak tetap dapat mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kemampuannya.
Keadaan anak slowlearner perlu diperhatikan dan dibimbing dengan caranya sendiri. Pengetahuan yang memadai mengenai bagaimana cara yang tepat untuk mengakomodasi mereka sangat diperlukan. Guru dalam menghadapi anak slow-learner:
- Pahami bahwa anak membutuhkan lebih banyak pengulangan, 3 sampai 5 kali, untuk memahami suatu materi
- Anak slow-learner yang tidak berprestasi dalam akademik dasar dapat memperoleh manfaat melalui kegiatan tutorial di sekolah atau privat
- Gunakan demonstrasi dan petunjuk visual sebanyak mungkin. Jangan membingungkan mereka dengan terlalu banyak verbalisasi.
- Jangan memaksa anak bersaing dengan anak dengan kemampuan yang lebih tinggi.
- Konsep yang sederhana yang diberikan pada anak pada permulaan unit instruksial dapat membantu penguasaan materi selanjutnya
- Anak sebaiknya diberi tugas, terutama dalam pelajaran sosial dan ilmu alam, yang terstruktur dan konkret
- Tekankan hal-hal setelah belajar, berikan insentif dan motivasi yang bervariasi.
- Berikan banyak kesempatan bagi anak untuk bereksperimen dan mempraktikkan konsep baru dengan materi yang konkret atau situasi yang menstimulasi
- Sederhanakan petunjuk dan yakin bahwa petunjuk itu dapat dimengerti
Penting bagi guru untuk mengetahui gaya belajar masing-masing anak, ada yang mengandalkan kemampuan visual, auditori atau kinestetik untuk memudahkan penerapan metode belajar yang tepat bagi mereka.
Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya.
Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut :
- Identifikasi kasus, merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar.
- Identifikasi Masalah, langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa.
- Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus), jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri.
Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
Evaluasi dan Follow Up, cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah semestinya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut.
Model Pembelajaran
Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu :
(1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning);
(2) Bermain Peran (Role Playing);
(3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning);
(4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan
(5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction).
Sementara itu, Gulo (2005) memandang pentingnya strategi pembelajaran inkuiri (inquiry).
Model Pembelajaran untuk slowlearner
Pembelajaran Inklusi
Dimana siswa berkebutuhan khusus bekerja bersama-sama dengan anak-anak normal (kelas reguler), namun bila siswa berkebutuhhan khusus tidak dapat mencapai kemampuan yang telah ditetapkan , maka siswa akan ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk mendapatkan layanan khusus. Bagi guru, mobel ini mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pembelajaran, bagi peserta didik mampu menumbuhkan minat, motivasi, rasa percaya diri, saling bekerja sama, dan saling menghargai dalam belajar. Dalam model layanan ini, anak-anak berbakat ditempatkan sekelas (inklusif ) dengan anak-anak lain, termasuk anak-anak penyandang kebutuhan khusus lainnya seperti anak dengan kesulitan belajar dan anak cacat. Guru yang telah memperoleh pelatihan khusus dalam bidang keterbakatan memberikan perhatian khusus kepada anak-anak berbakat ini agar kebutuhan pendidikan khususnya dapat terpenuhi. Layanan khusus tersebut terutama berupa pemberian materi pngayaan. Dalam model ini anak berbakat sering di fungsikan sebagai tutor bagi anak-anak yang lain.
Strategi Keberagaman
Untuk merealisasikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan setiap anak dari masing-masing kelompoknya, maka digunakan strategi pembelajaran yang mendasarkan pada keberagaman kemampuan belajar yang berbeda-beda. Strategi belajar ini dapat diterapkan dengan efektif karena dapat mengalami perubahan dan penyesuaian antara kemampuan belajar peserta didik dengan tujuan/target, alokasi waktu, penghargaan/hadiah, tugas-tugas/ pekerjaan, dan bantuan kepada anak masing-masing kelompok yang beragam meskipun dalam satu kelas dengan tema dan matapelajaran yang sama. Sehingga memudahkan untuk anak slowlearner belajar.
Model Cluster Grouping
Model ini mirip dengan model strategi keberagaman. Dalam model ini, anak-anak berbakat dari semua tingkatan kelas yang sama disatu sekolah, dikelompokkan dalam satu kelas. Kelompok tersebut terdiri dari 5 sampai 8 siswa dan dibimbing oleh seorang guru yang telah memperoleh pelatihan dalam mengajar anak-anak berkemampuan luar biasa. Dalam satu cluster group, anak belajar bersama-sama dengan anak-anak lain dari berbagai tingkat kemampuan, tetapi dalam bidangkeluarbiasaannya, mereka belajar terpisah.
Tracking System
Dalam tracking system, siswa-siswa diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya dan setiap klasifikasi ditempatkan dalam satu kelas yang sama. Jadi anak-anak berbakatakan berada dalam kelas khusus siswa berbakat sepanjang masa sekolahnya.
Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
2 komentar:
Mohon sumber agar lebih sah. Keseluruhan sudah bagus. Terima Kasih
terima kasih infonya sangat bermanfaat
Posting Komentar